An almost complete bucketlist: Lembang!
Lembang have been on my bucket list for a looooong time. Alasan awal, tidak lain dan tidak bukan adalah karena ada Bosscha, yang jadi latar tempat syuting Petualangan Sherina. Alasan lain, ya karena emang tempatnya bagus-bagus banget, apalagi semenjak ada instagram, jadi makin mupeng karena rasanya bagus-bagus semua! Tapi entah kenapa, Lembang justru jadi destinasi yang susah untuk didatengin, padahal jaraknya terhitung deket, kan. Kayak ada aja halangannya gitu, sampe gemes sendiri karena saban hari gagal terus setiap mau ke sana. Bahkan sampe 2 minggu lalu udah booking penginapan yg diincer, gakjadi jugaaa, mana penginapannya non-refundable lagi hiks reddoorz. Tapi yasudah, ku anggap belum jodoh dengan Lembang waktu itu, jadi kucoba relakan.
![]() |
Kalo yg ini direlakan gak ya~~~ alay |
Untungnya!!! Minggu lalu akhirnya jadi juga ke Lembang! Hahaha Walaupun berangkatnya ngaret 3 jam dari rencana awal, karena Bogor hujan deras, jadi kami baru bisa ngambil mobil sewaan jam 9 malam. Mana pula nyasar dulu di tol dalam kota pas nyari jalan ke tol Japek karena kami sangat awam dan gak hafal keluar/masuk tol. Jadinya baru sampai di penginapan jam setengah 2 pagi wkwkwk
***
Hari pertama, kami rencana ngunjungin salah satu request-an gue: Tangkuban Perahu! Destinasi ini sempet terlupakan karena ketumpuk sama wisata-wisata yg lain. Sampai gue teringat, bahwa gue belum ngunjungin gunung yg satu ini. Gunung Tangkuban Perahu udah jadi Taman Wisata Alam (TWA) dan menurut gue, jadi gunung paling accessible di Indonesia, karena depan tempat parkir mobil langsung bisa liat kawah utamanya, voila!

Pasca erupsi September 2019 kemarin, kawah utama Tangkuban perahu--kawah ratu, nampaknya punya tampilan baru. Kami masih bisa lihat sisa-sisa belerang berwarna kekuningan di dekat mulut kawah, juga sisa-sisa abu vulkanik. Bau asap belerangnya masih tercium, tapi gak mengganggu, jadi kami gak pake masker. Bagi gue, lebih kuat bau belerang yg tercium di Kawah Putih. Sebenarnya Tangkuban Perahu punya beberapa kawah lain, sih--yang gue inget ada Kawah Upas dan Domas. Sayangnya, kami gak sempat ke sana karena keterbatasan waktu dan juga hujan. Pas kami lagi nyusurin ujung kawah ratu, ke bagian dekat kawah aktifnya, turun hujan deras selama sekitar 1 jam. Lucunya, pas kami berteduh di bawah saung gitu, gue mesen teh manis anget dari warung, terus gak sengaja tehnya ketetesan air dari atap yang bocor. Terus tau apa? tehnya langsung berubah jadi lebih pekat karena masih ada sisa-sisa abu vulkanik yg larut di air hujannya wkwkwk
tehku yg ketetsan aer ujan :( dan kabut pasca hujan turun |
Di sini banyak banget abang-abang yg nawarin jasa ngefotoin sekaligus jadi pengarah gaya pengunjung. Iya ngefotoin aja, pake hp kita. Tapi biasanya gayanya standar dan berulang, sih. Mereka pake fitur panorama yang ada di smartphone kebanyakan. Habis itu, biasanya mereka nggak narik tarif, tapi nawarin dagangannya berupa tasbih atau gelang dari batu kawah. Karena kelemahan orang Indonesia adalah nggak enakan, jadi abis dibantuin foto kemungkinan penjualan berhasil lebih besar 😜
Abis hujan itu, Tangkuban Perahu berkabut cukup tebal dan suhunya jadi lebih dingin, nilai plusnya, waktu kami nafas bisa keluar asap! hahaha although that wasn't my first experience, i am still happy! Bahkan w loncat kegirangan begitu tau nafasnya keluar asep uwoaoao~
***
Setelah galau membedakan dan memilih antara Orchid Forest Cikole dan Grafika Cikole, akhirnya kami milih Orchid Forest sebagai tujuan selanjutnya. Tempatnya gak terlalu jauh dari Tangkuban Perahu, cukup turun sedikit terus belok kanan. Orchid Forest ini sebenernya wilayah Perhutani yang dijadikan sebagai destinasi edukasi anggrek, tapi tentu dengan sentuhan desain instagramable spot yg ciamik~ Malah kadang, gue merasa edukasi anggreknya sering terlupakan gitu sama pengunjung, karena pas ke sana mayoritas anggrek di pohon pinusnya lagi gak berbunga. Untung banget ada rumah kaca yang berisi display macem-macem anggrek. Anggreknya cantik-cantik dan namanya juga bagus huhu ada anggrek lucu yg bentuknya mirip muka monyet, anggrek kantong semar, anggrek ubur-ubur, dan dancing orchid--maafkan karena gue lupa semua nama anggreknya.

"Rasakan serangan cocor bebekku, Jaka Tingkir!"
"Tak semudah itu, Sembrani!"
CYAAATTTTT
"Kutangkis kau dengan bismillah, Sembrani"
Selain edukasi anggrek, di sini juga banyak wahana lain, misalnya wood sky bridge, flying fox, mini golf, dan bazaar anggrek yg jual tanaman, ada banyak kaktus serta sukulen yang gumashhh! Orchid Forest juga bisa dipake buat tempat camping karena tempatnya guedaaa banget! Jangan khawatir karena pas balik ada angkutan gratis yg nganter ke tempat parkir, karena kalo gak, jalannya nanjak bikin lumayan ngos-ngosan wkwkwk
![]() |
dengan kekatan magic fushion, BERSATU! |
***
Menuju magrib, kami putuskan buat ke punclut buat nongkrong sekalian makan malam. Kami milih D'DieuLand buat makan malam--semacam foodcourt to the next level. Makanan di D'Dieuland banyak dari berbagai stand, pilihan tempat duduknya juga banyak, banyak spot foto juga karena emg desainnya indahh, makanya kalo mau masuk sini, bayar 15ribu/orang di luar makanan. Pemandangan cafenya city lights Bandung. Waktu itu kami milih tempat duduk yg lesehan pake bean bag, tapi tak disarankan buat kamu yg takut ketinggian karena memang agak goyang. Tempatnya enak banget buat nongkrong suerr, ada juga tempat goleran dari tali-talian gitu, ada musolanya juga.Sambil nunggu makanan, kami juga main uno stacko di sini. Untungnya gue tidak kalah, mesti hampir wkwkwk berkat diajarin trik dua jari oleh babang husen.
Beres makan, sekitar jam setengah 9 malam, masih ada 1 tempat lagi yang harus kami datangi: Onsen ala Lembang, here we go!
Komentar
Posting Komentar